Minggu, 19 Mei 2013

Teori Kebenaran


TEORI TENTANG KEBENARAN
Dosen Pengajar:
Dr. Fendi Setyawan, S.H., M.H.


¨  Manusia adalah hewan yg berpikir. Berpikir adalah bertanya. Bertanya adalah mencari jawaban. Mencari jawaban adalah mencari kebenaran. Mencari jawaban ttg Tuhan, alam, dan manusia, artinya mencari kebenaran ttg Tuhan, alam, dan manusia. Jadi pada akhirnya: Manusia adalah makhluk pencari kebenaran. Apakah kebenaran itu? Utk menjawab pertanyaan ini kita hrs menyimak mengenai teori ttg kebenaran. Paling tidak, ada tiga teori yg berusaha utk menjawab thd pertanyaan tsb.: (1) Teori Korespondensi; (2) Teori Konsistensi; (3) Teori Pragmatis.
1.      Teori Korespondensi tentang Kebenaran
    î The Correspondence Theory of Truth atau Accordance Theory of Truth menyatakan bhw kebenaran atau keadaan benar itu brp kesesuaian (correspondence) antara arti yg dimaksud oleh suatu pendapat dg apa yg sungguh mrpk halnya atau faktanya. Suatu proposisi (pengertian) adalah benar apabila terdpt suatu fakta yg diselarasinya, apabila ia menyatakan apa adanya. Kebenaran ialah yg bersesuaian dg fakta, yg berselarasan dg realitas, yg serasi dg situasi aktual. Krn itu kebenaran dpt didefinisikan sbg kesetiaan pd realitas obyektif. Apabila suatu putusan sesuai dg fakta, benarlah ia; bila tdk salahlah ia.

   î Teori Korespondensi pd umumnya dianut oleh para pengikut aliran realisme (positivisme). K. Rogers, seorang penganut realisme kritis Amerika, berpendpt bhw keadaan benar ini terletak dlm kesesuaian antara: (1) “esensi atau arti yg kita berikan” dg (2) “esensi yg terdpt di dlm obyeknya”. Realisme epistemologi berpandangan bhw terdpt realitas yg independen, yg terlepas dr pemikiran; dan kita tdk dpt mengubahnya bila kita mengalaminya atau memahaminya. Itulah sebabnya realisme epistemologis kadangkala disebut obyektivisme. Dg kata lain, realisme epistemologis atau obyektivisme berpegang kpd kemandirian kenyataan, tdk tergantung pd yg di luarnya.

     î Dlm kepustakaan Marxis dpt dibaca hal-hal berikut:
 Apabila sensi kita , persepsi kita, pemahaman kita, konsep dan teori kita, bersesuaian dg realitas obyektif, apabila itu semua mencerminkannya dg cermat, maka kita katakan itu semua benar; pernyataan, putusan dan teori yg benar kita sebut kebenaran. Materialisme dialektika memahamkan kebenaran sbg pngetahuan ttg obyek, yg mencerminkan obyek tsb secara tepat, atau dg kata lain, bersesuaian dg obyek tsb. Misalnya, pengertian ilmiah bhw “tubuh terdiri dr atom2”, bhw “bumi lbh dahulu ada drpd manusia”, bhw “rakyat adalah pembuat sejarah”, dlsb, adalah benar.  

î Berlawanan dg aliran idealisme, mk materialisme dialektika mempertahankan bhw kebenaran adalah obyektif. Selama kebenaran mencerminkan dunia wujud secara obyektif, mk wujudnya itu tdk tergantung, baik kpd manusia maupun kpd kemanusiaan. Kandungan kebenaran sepenuhnya  ditentukan oleh proses obyektif yg dicerminkannya. Kaum Marxist mengenal dua macam kebenaran, yakni kebenaran mutlak (absolute truth) dan kebenaran relatif (relative truth). Kebenaran mutlak ialah kebenaran yg selengkap obyektif, yakni suatu pencerminan dari realitas secara mutlak. Sedangkan kebenaran relatif ialah kebenaran yg tdk sempurna, tdk lengkap.

î Sbg kesimpulan dari Teori Korespondensi ttg Kebenaran, kita dpt mengenal dua hal, yakni pernyataan dan kenyataan. Menurut teori ini, kebenaran ialah kesesuaian antara pernyataan ttg sesuatu dg kenyataan sesuatu itu sendiri. Mis., “Jakarta ad ibukota RI sekarang”. Ini adalah sebuah pernyataan, dan apabila kenyataannya memang “Jakarta itu adalah ibukota RI”, mk pernyataan itu benar, mk pernyataan itu adalah suatu kebenaran. Rumusan Teori Korespondensi ttg Kebenaran itu berasal dari Aristoteles, yg disebut Teori Penggambaran, yg didefinisikan sbg berikut: Veritas est adaequatio intellectus et rhei – Kebenaran ad persesuaian antara pikiran dan kenyataan.

  
 î Keberatan dan kritik thd Teori Korespondensi ttg Kebenaran:
Apabila yg disebut kebenaran itu ialah “kesesuaian antara pernyataan dg  kenyataan” atau “pernyataan sesuai dg kenyataan”, mk timbul pertanyaan:
Bagaimana kita dpt membandingkan pernyataan (idea) kita dg kenyataan (realitas) itu?”. Utk membuat perbandingan, mk terlebih dahulu kita hrs mengetahui apa yg hendak kita perbandingkan itu, yakni, sebutlah, kepercayaan pd satu pihak dan kenyataan pd pihak lainnya. Namun, apabila kita tdk mengetahui kenyataan (realitas) itu, bgmn kita dpt membuat perbandingan? Itulah, antara lain, keberatan dan kritik dari teori Korespondensi.

2.      Teori Konsistensi Tentang Kebenaran
î The Consistence Theory of Truth atau The Coherence Theory of Truth menyatakan bhw kebenaran tdk dibentuk atas hubungan antara putusan (judgment) dg sesuatu yg lain, yakni fakta atau realitas, tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri.

î Dg kata lain, kebenaran ditegakkan atas hub antara putusan yg baru itu dg putusan-putusan lainnya yg tlh kita ketahui dan akui benarnya terlbh dahulu. Jadi suatu proposisi itu cenderung utk benar jika proposisi itu coherent (saling hubungan) dg lain proposisi yg benar, atau jika arti yg dikandung oleh propisisi itu coherent dg pengalaman kita.

     
î Suatu kepercayaan adalah benar bukanlah krn ia bersesuaian dg fakta, melainkan krn ia bersesuaian atau berselaras dg binaan pengetahuan yg kita miliki. Menurut teori ini, apabila kita menerima kepercayaan2 baru sbg kebenaran2, mk hal itu semata2 atas dasar kepercayaan2 itu saling berhubungan (coherent) dg pengetahuan yg tlh kita miliki.

î Suatu putusan adalah benar apabila putusan itu konsisten dg putusan2 yg terlebih dahulu kita terima dan ketahui benarnya. Putusan yg benar adalah sesuatu yg saling hubungan secara logis (coherent) dg putusan2 yg relevan.
  
 
î Jadi menurut teori ini, putusan yg satu dg putusan yg lainnya saling hubungan dan saling menerangkan satu sama lain. Maka lahirlah rumusan: Truth is systematic coherence – Kebenaran adalah saling hubungan yg sistematik. Truth is consistency- Kebenaran adalah konsistensi, kecocokan. Terdpt saling hub yg sempurna, dan saling hub ini dg suatu yg lain yg tlh kita terima itu, disebutlah kebenaran.

 
î Apabila Teori Korespondensi dianut oleh penganut realisme dan materialisme, maka Teori Konsistensi berkembang pd abad ke 19 di bawah pengaruh Hegel dan diikuti oleh pengikut mazhab idealisme, spt filsuf Britania F.H. Bradley (1864 – 1924).

î Menurut idealisme epistemologis (secara ilmu pengetahuan), mk dunia luar itu tdk tersendiri (an sich), seperti yg dipahamkan oleh kaum materialis, melainkan hanya sbg isi suatu kesadaran yg berfikir sambil meninjau.

î Idealisme epistemologis berpandangan bhw obyek pengetahuan, atau kualitas yg kita serap dg indera kita itu tdklah terwujud dr kesadaran ttg obyek tsb. Itulah sebabnya teori ini sering disebut subyektivisme. Kaum idealis berpegang bhw kebenaran itu subyektif dan kebanaran itu tergantung pd orang yg menentukan sendiri kebenaran pengetahuannya tanpa memandang keadaan riil peristiwa2. “Manusia adalah ukuran se-gala2nya” – dg cara demikianlah interpretasi ttg kebenaran tlh dirumuskan oleh kaum idealis (filsuf Yunani, Pitagoras).

î Kesimpulan dari Teori Konsistensi adalah sbg berikut:
 Pertama,  Kebanaran menurut teori ini  ialah kesesuaian antara suatu pernyataan dg pernyataan (-pernyataan) lainnya yg sdh lbh dulu kita ketahui, terima dan akui sbg suatu kebenaran.
Kedua, teori agaknya dpt juga dinamakan Teori Penyaksian (justifikasi) ttg Kebenaran, krn teori ini suatu putusan dianggap benar apabila mendpt penyaksian (justifikasi, pembenaran) oleh putusan2 lainnya yg terdahulu yg sdh diketahui, dterima, dan diakui benarnya. Mis., “Sri Jawarharlah Nehru adalah ayah dari Indira Gandhi” 

adalah suatu putusan yg atau pernyataan yg tlh kita ketahui, terima, dan akui sbg benar. Pernyataan lain bhw “Sri Jawarharlal Nehru mempunyai puteri” dan bhw “Indira Gandhi adalah puteri Sri Jawarharlah Nehru”, keduanya mrpk kebenaran pula krn konsisten dg pernyataan yg pertama, yg tlh kita ketahui, terima, dan akui sbg suatu kebenaran.

î Keberatan atau kritik thd Teori Konsistensi ini diantaranya adalah: Para pengeritik menyatakan bhw kita dpt saja membangun suatu sistem saling hubungan (coherent) yg salah, di samping yg benar.

Teori ini tdk membedakan antara kebenaran yg konsisten dg kesalahan yg konsisten. Suatu sistem pd masa lalu yg konsisten (berpautan) secara logis, namun kmd terbukti sama sekali salah. Ambillah sbg contoh, buku2 spt “Alice in Wonderland” serta cerita2 detektif yg baik penulisannya (mis. karangan Agatha Christi) yg ceritanya direncanakan secara hati2 shg segala2nya saling berhubungan.Selama anda berpegang pd anggapan2 yg dimuat dlm buku itu, mk tdk ada yg salah atau tdk benar …. Ini tdk berarti bhw saling hubungan itu (kadang2)  mrpk ukuran yg sangat berharga ttg kebenaran.

3.      Teori Pragmatis Tentang Kebenaran

î  Pragmatisme (berasal dari bahasa Yunani: pragma, artinya dikerjakan, yg dilakukan, perbuatan, tindakan), mrpk sebutan bagi filsafat yg dikembangkan di Amerika Serikat oleh William James. Menurut filsafat ini benar tidaknya suatu ucapan, dalil atau teori semata2 bergantung pd berfaedah tidaknya ucapan, dalil atau teori tsb bagi manusia dlm penghidupannya (T.S.G. Mulis dan K.A.H. Hidding).

î Teori Pragmatis ttg Kebenaran menyatakan bhw suatu proposisi adalah benar sepanjang proposisi itu
berlaku (works), atau memuaskan (satisfies); berlaku dan memuaskannya itu diuraikan dg pelbagai ragam oleh para penganut teori tsb (Charles A. Baylis). Teori, hipotesis, atau idea adalah benar apabila ia membawa kpd akibat yg memuaskan, apabila ia berlaku dlm praktek, apabila ia mempunyai nilai praktis. Kebanaran terbukti oleh kegunaannya, oleh hasilnya, oleh akibat2 praktisnya. Jadi kebenaran ialah apa saja yg berlaku (G.T.W. Patrick).

 î Harold H. Titus menyatakan bhw menurut William James, “idea2 yg benar ialah idea2 yg dpt kita serasikan, kita umumkan berlakunya, kita kuatkan dan kita periksa.
Sebaliknya idea yg salah ialah idea yg tdk dmk. Suatu idea, atau teori, maupun hipotesis adalah benar bila ia dpt berlaku dlm praktek atau apabila ia membawa kpd hal yg memuaskan.

 î Yg dimaksud dg hasil yg memuaskan, antara lain: (1) Sesuatu itu benar apabila memuaskan keinginan dan tujuan manusia; (2) Sesuatu itu benar apabila dpt diuji benar dg eksperimen; (3) Sesuatu itu benar apabila ia menolong atau membantu perjuangan biologis utk tetap ada.

 î Jadi batu ujian (ukuran) kebenaran, bagi para pragmatist, ialah kegunaan (utility), dpt dikerjakan, (workability), akibat atau pengaruhnya yg memuaskan (satisfactory consequences).
   
 î Maka oleh krn itu menurut pendekatan ini, tdk terdpt apa yg disebut kebanaran yg tetap atau kebenaran mutlak.

 î Beberapa keberatan dan kritik thd Teori Pragmatis  adalah:

1) John H. Randall dan Justus Buchler menyatakan: “Keberatan thd konsepsi kebenaran menurut Teori Pragmatis ini hrs diambil, bertitik tolak dari pertimbangan mengenai betapa kabur dan samarnya istilah “berguna” (useful) itu.
2) A.C. Ewing memberikan kritik, a.l:
(a) Dpt digambarkan secara jelas, bhw suatu kepercayaan mungkin saja berlaku dg baik walaupun tdk benar, atau sebaliknya suatu kepercayaan mungkin saja berjalan dg buruk walaupun ia benar;
 (b) Kepercayaan yg benar biasanya berlaku, hal ini biasanya krn per-tama2 kepercayaan itu benar;
 (c) Apa yg berlaku bagi seseorang mungkin saja tdk  berlaku bagi orang lainnya, bahkan apa yg berlaku bagi seorang tertentu pd waktu tertentu mungkin saja tdk berlaku lagi bagi dia pd waktu yg lain. Tuhan tdk dpt ada dan dlm waktu yg sama tdk ada, walaupun bagi sementara orang percaya akan adanya Tuhan, Tuhan itu menolong dan bagi yg lainnya merintangi belaka. Bila suatu proposisi sungguh2 benar, hendaknya ia benar bagi semua orang, bukan benar bagi sementara orang yg baginya berlaku, dan pd waktu yg sama adalah salah bagi yg lainnya krn baginya tdk berlaku.
  
î  Pandangan kaum pragmatis ttg Tuhan menyatakan bhw suatu agama bukan benar krn Tuhan yg disembah oleh para penganut agama itu sungguh2 ada, tetapi krn pengaruhnya yg positif atas kehidupan manusia berkat kepercayaan orang akan Tuhan, mk kehidupan masyarakat berlaku secara tertib.
î Terhadap pandangan ini Peirce menyatakan bhw suatu idea tidaklah disebut benar karena ia memuaskan, ia dikatakan memuaskan karena ia benar. Dan A.C. Ewing menyatakan bhw kepercayaan2 itu benar, bukan karena kepercayaan2 itu berguna.