TEORI
TENTANG KEBENARAN
Dosen
Pengajar:
Dr. Fendi Setyawan, S.H., M.H.
¨ Manusia
adalah hewan yg berpikir. Berpikir adalah bertanya. Bertanya adalah mencari
jawaban. Mencari jawaban adalah mencari kebenaran. Mencari jawaban ttg Tuhan,
alam, dan manusia, artinya mencari kebenaran ttg Tuhan, alam, dan manusia. Jadi
pada akhirnya: Manusia adalah makhluk pencari kebenaran. Apakah
kebenaran itu? Utk menjawab pertanyaan ini kita hrs menyimak mengenai teori ttg
kebenaran. Paling tidak, ada tiga teori yg berusaha utk menjawab thd pertanyaan
tsb.: (1) Teori Korespondensi; (2) Teori Konsistensi; (3) Teori Pragmatis.
1.
Teori Korespondensi tentang Kebenaran
î The
Correspondence Theory of Truth atau Accordance Theory of Truth menyatakan
bhw kebenaran atau keadaan benar itu brp kesesuaian (correspondence) antara
arti yg dimaksud oleh suatu pendapat dg apa yg sungguh mrpk halnya atau
faktanya. Suatu proposisi (pengertian) adalah
benar apabila terdpt suatu fakta yg diselarasinya, apabila ia menyatakan apa
adanya. Kebenaran ialah yg bersesuaian dg fakta, yg berselarasan dg realitas,
yg serasi dg situasi aktual. Krn itu kebenaran dpt didefinisikan sbg kesetiaan
pd realitas obyektif. Apabila suatu putusan sesuai dg fakta, benarlah ia; bila
tdk salahlah ia.
î Teori
Korespondensi pd umumnya dianut oleh para pengikut aliran realisme (positivisme). K. Rogers, seorang
penganut realisme kritis Amerika, berpendpt bhw keadaan benar ini terletak dlm
kesesuaian antara: (1) “esensi atau arti yg kita berikan” dg (2) “esensi yg
terdpt di dlm obyeknya”. Realisme epistemologi berpandangan bhw terdpt realitas
yg independen, yg terlepas dr pemikiran; dan kita tdk dpt mengubahnya bila kita
mengalaminya atau memahaminya. Itulah sebabnya realisme epistemologis
kadangkala disebut obyektivisme. Dg kata lain, realisme epistemologis atau
obyektivisme berpegang kpd kemandirian kenyataan, tdk tergantung pd yg di
luarnya.
î Dlm kepustakaan
Marxis dpt dibaca
hal-hal
berikut:
Apabila sensi kita , persepsi kita, pemahaman
kita, konsep dan teori kita, bersesuaian dg realitas obyektif, apabila itu
semua mencerminkannya dg cermat, maka kita katakan itu semua benar; pernyataan,
putusan dan teori yg benar kita sebut kebenaran. Materialisme dialektika
memahamkan kebenaran sbg pngetahuan ttg obyek, yg mencerminkan obyek tsb secara
tepat, atau dg kata lain, bersesuaian dg obyek tsb. Misalnya, pengertian ilmiah
bhw “tubuh terdiri dr atom2”, bhw “bumi lbh dahulu ada drpd manusia”, bhw
“rakyat adalah
pembuat sejarah”, dlsb, adalah benar.
î
Berlawanan dg aliran idealisme, mk materialisme dialektika mempertahankan bhw
kebenaran adalah
obyektif. Selama kebenaran mencerminkan dunia wujud secara obyektif, mk
wujudnya itu tdk tergantung, baik kpd manusia maupun kpd kemanusiaan. Kandungan
kebenaran sepenuhnya ditentukan oleh
proses obyektif yg dicerminkannya. Kaum Marxist mengenal dua macam kebenaran, yakni kebenaran mutlak (absolute truth)
dan kebenaran relatif (relative truth). Kebenaran mutlak ialah kebenaran
yg selengkap obyektif, yakni
suatu pencerminan dari realitas secara mutlak. Sedangkan kebenaran relatif ialah
kebenaran yg tdk sempurna, tdk lengkap.
î
Sbg kesimpulan dari Teori
Korespondensi ttg Kebenaran, kita dpt mengenal dua hal, yakni pernyataan dan kenyataan.
Menurut teori ini, kebenaran ialah kesesuaian antara pernyataan ttg
sesuatu dg kenyataan sesuatu itu sendiri. Mis., “Jakarta ad
ibukota RI sekarang”. Ini adalah
sebuah pernyataan, dan apabila kenyataannya memang “Jakarta itu adalah ibukota RI”, mk pernyataan itu
benar, mk pernyataan itu adalah
suatu kebenaran. Rumusan
Teori Korespondensi ttg Kebenaran itu berasal dari
Aristoteles, yg disebut Teori Penggambaran, yg didefinisikan sbg
berikut: Veritas est adaequatio intellectus et rhei – Kebenaran ad
persesuaian antara pikiran dan kenyataan.
î Keberatan dan
kritik thd Teori Korespondensi ttg Kebenaran:
Apabila
yg disebut kebenaran itu ialah “kesesuaian antara pernyataan dg kenyataan” atau “pernyataan sesuai dg
kenyataan”, mk timbul pertanyaan:
“Bagaimana kita dpt membandingkan pernyataan
(idea) kita dg kenyataan (realitas) itu?”. Utk
membuat perbandingan, mk terlebih dahulu kita hrs mengetahui apa yg hendak kita
perbandingkan itu, yakni, sebutlah, kepercayaan pd satu pihak dan kenyataan pd
pihak lainnya. Namun, apabila kita tdk mengetahui kenyataan (realitas) itu,
bgmn kita dpt membuat perbandingan? Itulah, antara lain, keberatan dan kritik dari teori Korespondensi.
2.
Teori Konsistensi Tentang Kebenaran
î The Consistence Theory of Truth atau
The Coherence Theory of Truth menyatakan bhw kebenaran tdk dibentuk
atas hubungan antara putusan (judgment) dg sesuatu yg lain, yakni fakta atau realitas, tetapi atas
hubungan antara putusan-putusan
itu sendiri.
î Dg kata lain, kebenaran ditegakkan atas
hub antara putusan yg baru itu dg putusan-putusan lainnya yg tlh kita ketahui dan akui benarnya
terlbh dahulu. Jadi suatu proposisi itu cenderung utk benar jika proposisi itu coherent
(saling hubungan) dg lain proposisi yg benar, atau jika arti yg dikandung
oleh propisisi itu coherent dg pengalaman kita.
î Suatu kepercayaan adalah benar bukanlah
krn ia bersesuaian dg fakta, melainkan krn ia bersesuaian atau berselaras dg
binaan pengetahuan yg kita miliki. Menurut teori ini, apabila kita menerima
kepercayaan2 baru sbg kebenaran2, mk hal itu semata2 atas dasar kepercayaan2
itu saling berhubungan (coherent) dg pengetahuan yg tlh
kita miliki.
î Suatu putusan adalah benar apabila
putusan itu konsisten dg putusan2 yg terlebih dahulu kita terima dan ketahui
benarnya. Putusan yg benar adalah sesuatu yg saling hubungan secara logis (coherent)
dg putusan2 yg relevan.
î
Jadi menurut teori ini, putusan yg satu dg putusan yg lainnya saling hubungan
dan saling menerangkan satu sama lain. Maka lahirlah rumusan: Truth is
systematic coherence – Kebenaran adalah saling hubungan yg sistematik. Truth is
consistency- Kebenaran adalah konsistensi, kecocokan. Terdpt saling hub yg
sempurna, dan saling hub ini dg suatu yg lain yg tlh kita terima itu,
disebutlah kebenaran.
î Apabila Teori Korespondensi dianut oleh
penganut realisme dan materialisme, maka Teori Konsistensi berkembang pd abad ke
19 di bawah pengaruh Hegel dan diikuti oleh pengikut mazhab idealisme, spt
filsuf Britania F.H. Bradley (1864 – 1924).
î Menurut idealisme epistemologis (secara
ilmu pengetahuan), mk dunia luar itu tdk tersendiri (an sich), seperti yg dipahamkan oleh kaum materialis,
melainkan hanya sbg isi suatu kesadaran yg berfikir sambil meninjau.
î Idealisme epistemologis berpandangan bhw
obyek pengetahuan, atau kualitas yg kita serap dg indera kita itu tdklah
terwujud dr kesadaran ttg obyek tsb. Itulah sebabnya teori ini sering disebut subyektivisme.
Kaum idealis berpegang bhw kebenaran itu subyektif dan kebanaran itu
tergantung pd orang yg menentukan sendiri kebenaran pengetahuannya tanpa
memandang keadaan riil peristiwa2. “Manusia adalah ukuran se-gala2nya” – dg
cara demikianlah interpretasi ttg kebenaran tlh dirumuskan oleh kaum idealis (filsuf Yunani, Pitagoras).
î Kesimpulan dari
Teori Konsistensi adalah sbg berikut:
Pertama, Kebanaran menurut teori ini ialah kesesuaian antara suatu pernyataan dg
pernyataan (-pernyataan) lainnya yg sdh lbh dulu kita ketahui, terima dan akui
sbg suatu kebenaran.
Kedua,
teori
agaknya dpt juga dinamakan Teori Penyaksian (justifikasi) ttg Kebenaran, krn
teori ini suatu putusan dianggap benar apabila mendpt penyaksian (justifikasi,
pembenaran) oleh putusan2 lainnya yg terdahulu yg sdh diketahui, dterima, dan
diakui benarnya. Mis., “Sri Jawarharlah Nehru adalah ayah dari
Indira Gandhi”
adalah
suatu putusan yg atau pernyataan yg tlh kita ketahui, terima, dan akui sbg
benar. Pernyataan lain bhw “Sri Jawarharlal Nehru mempunyai puteri” dan bhw
“Indira Gandhi adalah puteri Sri Jawarharlah Nehru”, keduanya mrpk kebenaran
pula krn konsisten dg pernyataan yg pertama, yg tlh kita ketahui, terima, dan
akui sbg suatu kebenaran.
î
Keberatan atau kritik thd Teori Konsistensi ini diantaranya adalah: Para
pengeritik menyatakan bhw kita dpt saja membangun suatu sistem saling hubungan (coherent) yg
salah, di samping yg benar.
Teori
ini tdk membedakan antara kebenaran yg konsisten dg kesalahan yg konsisten. Suatu sistem pd masa lalu yg konsisten
(berpautan) secara logis, namun kmd terbukti sama sekali salah. Ambillah sbg
contoh, buku2 spt “Alice in Wonderland” serta cerita2 detektif yg baik
penulisannya (mis. karangan Agatha Christi) yg ceritanya direncanakan secara
hati2 shg segala2nya saling berhubungan.Selama anda berpegang pd anggapan2 yg
dimuat dlm buku itu, mk tdk ada yg salah atau tdk benar …. Ini tdk berarti bhw
saling hubungan itu (kadang2) mrpk
ukuran yg sangat berharga ttg kebenaran.
3.
Teori Pragmatis Tentang Kebenaran
î
Pragmatisme
(berasal dari bahasa Yunani: pragma, artinya
dikerjakan, yg dilakukan, perbuatan, tindakan), mrpk sebutan bagi filsafat yg
dikembangkan di Amerika Serikat oleh William James. Menurut filsafat ini benar
tidaknya suatu ucapan, dalil atau teori semata2 bergantung pd berfaedah
tidaknya ucapan, dalil atau teori tsb bagi manusia dlm penghidupannya (T.S.G.
Mulis dan K.A.H. Hidding).
î
Teori Pragmatis ttg Kebenaran menyatakan bhw suatu proposisi adalah benar sepanjang proposisi itu
berlaku
(works), atau memuaskan (satisfies); berlaku dan memuaskannya itu
diuraikan dg pelbagai ragam oleh para penganut teori tsb (Charles A. Baylis).
Teori, hipotesis, atau idea adalah benar apabila ia membawa kpd akibat yg
memuaskan, apabila ia berlaku dlm praktek, apabila ia mempunyai nilai praktis. Kebanaran
terbukti oleh kegunaannya, oleh hasilnya, oleh akibat2 praktisnya. Jadi
kebenaran ialah apa saja yg berlaku (G.T.W. Patrick).
î Harold H. Titus
menyatakan bhw menurut William James, “idea2 yg benar ialah idea2 yg dpt kita
serasikan, kita umumkan berlakunya, kita kuatkan dan kita periksa.
Sebaliknya
idea yg salah ialah idea yg tdk dmk. Suatu idea, atau teori, maupun hipotesis
adalah benar bila ia dpt berlaku dlm praktek atau apabila ia membawa kpd hal yg
memuaskan.
î Yg dimaksud dg
hasil yg memuaskan, antara lain: (1) Sesuatu itu benar apabila memuaskan
keinginan dan tujuan manusia; (2) Sesuatu itu benar apabila dpt diuji benar dg
eksperimen; (3) Sesuatu itu benar apabila ia menolong atau membantu perjuangan
biologis utk tetap ada.
î Jadi batu ujian
(ukuran) kebenaran, bagi para pragmatist, ialah kegunaan (utility),
dpt dikerjakan, (workability),
akibat atau pengaruhnya yg memuaskan (satisfactory consequences).
î Maka
oleh krn itu menurut
pendekatan ini, tdk terdpt apa yg disebut kebanaran yg tetap atau kebenaran
mutlak.
î
Beberapa keberatan dan kritik thd Teori
Pragmatis adalah:
1)
John H. Randall dan Justus Buchler menyatakan: “Keberatan thd konsepsi kebenaran menurut Teori Pragmatis
ini hrs diambil, bertitik tolak dari pertimbangan mengenai betapa kabur dan
samarnya istilah “berguna” (useful) itu.
2)
A.C. Ewing memberikan kritik, a.l:
(a)
Dpt digambarkan secara jelas, bhw suatu kepercayaan mungkin saja berlaku dg
baik walaupun tdk benar, atau sebaliknya suatu kepercayaan mungkin saja
berjalan dg buruk walaupun ia benar;
(b) Kepercayaan yg benar biasanya berlaku, hal
ini biasanya krn per-tama2 kepercayaan itu benar;
(c) Apa yg berlaku bagi seseorang mungkin saja
tdk berlaku bagi orang lainnya, bahkan
apa yg berlaku bagi seorang tertentu
pd waktu tertentu
mungkin saja tdk berlaku lagi bagi dia pd waktu yg lain. Tuhan tdk dpt ada dan
dlm waktu yg sama tdk ada, walaupun bagi sementara orang percaya akan
adanya Tuhan, Tuhan itu menolong dan bagi yg lainnya merintangi belaka. Bila
suatu proposisi sungguh2 benar, hendaknya ia benar bagi semua orang, bukan
benar bagi sementara orang yg baginya berlaku, dan pd waktu yg sama adalah
salah bagi yg lainnya krn baginya tdk berlaku.
î
Pandangan
kaum pragmatis ttg Tuhan menyatakan bhw suatu agama bukan benar krn Tuhan yg
disembah oleh para penganut agama itu sungguh2 ada, tetapi krn pengaruhnya yg
positif atas kehidupan manusia berkat kepercayaan orang akan Tuhan, mk
kehidupan masyarakat berlaku secara tertib.
î
Terhadap pandangan ini Peirce menyatakan bhw suatu idea tidaklah disebut benar
karena ia memuaskan, ia dikatakan memuaskan karena ia benar. Dan A.C. Ewing
menyatakan bhw kepercayaan2 itu benar, bukan karena kepercayaan2 itu berguna.