MOHON MAAF APABILA ADA KESALAHAN DALAM MAKALAH
kritik dan saran sangatlah diharapkan. :D
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap
syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karunianya kami dapat
menyelesaikan pembuatan tugas makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini
berjudul “Definisi Hukum Islam “.
Di dalam
pembuatan makalah ini, kami berusaha menguraikan dan menjelaskan tentang
definisi hukum islam. Dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati kami
menyampaikan terima kasih kepada Ibu Hj. Liliek Istiqomah, S.H., M.H selaku
dosen Hukum Islam Fakultas Hukum. Yang
telah memberikan kami waktu dan kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini.
Akhir kata kami menyadari bahwa pembuatan makalah ini
masih jauh dari sempurna dan banyak kekurangannya, oleh karena itu kami
mengharapkan saran, kritik dan petunjuk dari berbagai pihak untuk pembuatan
makalah ini menjadi lebih baik dikemudian hari.
Semoga makalah yang telah kami buat ini dapat bermanfaat
dan menjadi bahan informasi pada masa yang akan datang, khususnya bagi
Mahasiswa/I Fakultas Hukum Universitas Jember. Terima kasih
Jember,
25 maret 2013
Penulis
PENDAHULUAN
Sumber-sumber
hukum islam adalah sumber-sumber yang dipakai acuan sebagai pedoman untuk
berkehidupan Hablumminallah wa Hablumminanas. Sumber-sumber hukum islam antara
lain : Al-Qur’an, Al-hadist, Ijtihad, Ijma’, Qaul shahabi, Qiyas, Maslahah,
Mursalah, Urf syari’at umat sebelum islam, dan Istihan. Namun yang penulis
bahas dalam makalah ini hanyalah sumber-sumber hukum islam yang berkaitan
dengan Al-Qur’an, Al-hadist, Ijtihad, Ijma’, dan Qiyas.
Sumber-sumber
hukum di atas bersifat naqli, yaitu Al-Qur’an, Al-hadist, Ijma’. Sedangkan yang
bersifat aqli yaitu Qiyas dan Ijtihad, dalam hal ini berperan menjelaskan
adalah akal.
Sumber-sumber
hukum islam itu adalah aturan-aturan dalam agama Islam tidak bermaksud untuk
memberatkan manusia dalam kehidupannya di dunia. Namun aturan Islam memuat
berbagai manfaat yang dapat diraih oleh manusia bila mereka melaksanakannya
dengan sempurna.
1. Apa
pengertian dari sumber hukum islam yang terdiri dari Al-Qur’an, Al-hadist,
Ijtihad, Ijma’, dan Qiyas ?
2. Apa
Tujuan Diciptakannya Hukum Islam Tersebut oleh Allah SWT kepada Seluruh Umat
Islam ?
PEMBAHASAN
Mengenai
asal kata Al-Qur’an para pemuka agama berselisih pendapat. Menurut Asy-Syafi’i
dalam sebuah buku yang berjudul “sumber-sumber hukum islam” kata Al-Qur’an itu
ditulis dan dibaca tanpa hamzah. Al-Qur’an tidak berasal dari suatu kata tetapi
ia merupakan sebutan khusus bagi kitab suci yang diberikan kepada nabi Muhammad
SAW.
Menurut
Al Asy’ari dalam sebuah buku yang berjudul “sumber-sumber hukum islam” kata
Al-Qur’an diambil dari kata “Qarana” yang berarti menggabungkan. Karena
Al-Qur’an adalah meruipakan gabungan ayat-ayat dan surat-surat.
Menurut
penelitian Dr. Subhi shalih, pendapat paling kuat dalam sebuah buku yang
bejudul “sumber-sumber hukum islam” bahwa kata Al-Qur’an merupakan asdar dan
muradif dengan “Qara’ah” sebagaimana dalam firman Allah syrat Al Qiyamah yang
artinya : “sesunnguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya dan membacanya.
Apabila kami telah selesai membacanya maka ikutilah bacaan itu” (QS. Al Qiyamah
: 17-18)
Menurut
istilah Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya Nabi
Muhammad SAW dengan bahasa Arab yang di riwayatkan secara muatawatir dan
tertulis dalam mushaf.
Ada
beberapa ulama yang mengartikan Al-Qur’an menurut bahasa antara lain adalah
Az-Zajjaj, beliau mengartikan bahwa Al-Qur’an artinya adalah mengumpulkan
karena Al-Qur’an berasal dari kata “Qar’I” dan firman Allah disebut demikian,
karena Al-Qur’an mengumpulkan surat-suratnya menjadi satu kesatuan, atau karena
mengumpulkan saripat kitab-kitab suci Allah yang turun sebelumnya.
Hadist menurut bahasa mempunyai
beberapa arti yaitu : Jadid berarti baru ; Qarib berarti dekat ; Khabar berarti
berita atau warta dan sebagainya.
Dari ketiga arti tersebut yang
sesuai dengan pembahasan adalah Hadist dalam arti Khabar. Allah memakai kata
“Hadist” dengan arti Khabar dalam firman-Nya yang artinya : “maka hendaklah
mereka mendatangkan suatu kabar yang sepertinya (Al-Qur’an) jika mereka itu
orang-orang yang benar” (QS. At thur
:34).
Dalam hadist kata “Hadist” juga
dipakai dalam arti Khabar yaitu sabda Nabi saw yang artinya :
“Hampir-hampir aka nada seseorang
diantara kamu yang akan berkata : ”Ini kitabullah. Apa halal didalamnya kami
halalkan. Apa yang haram kami haramkan. Ketahuilah, barang siapa sampai
kepadanya suatu “Khabar” dari aku, lalu ia dustakan berarti ia telah
mendustakan 3orang, dia mendustakan Allah, dia mendustakan Rasul-Nya, dan dia
mendustakan orang yang menyampaikan berita itu”. (HR. ahmad dan Ad Damiry).
Sebagian muhatsin berpendapat bahwa
pengertian hadist di atas merupakan pengertian yang sempit. Menurut mereka
hadist mempunyai cakupan pengertian yang lebih luas, tidak terbatas pada apa
yang disandarkan kepada Nabi SAW. (hadist marfu’) saja, melainkan termasuk juga
yang disandarkan kepada para sahabat (hadist mauquf), dan tabi’in (hadist
maqtu’), sebagaimana disebut oleh Al-Tirmizi.
Artinya : “bahwasannya hadist itu
bukan hanya untuk sesuatu yang marfu’, yaitu sesuatu yang sisadarkan kepada
Nabi SAW, melainkan bisa juga untuk sesuatu yang maukuf, yaitu yang disandarkan
kepada sahabat dan maqtu’ yaitu yang disandarkan kepada tabi’in”.
Menurut istilah hadist mempunyai
beberapa pengertian yang berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh berbedanya para
ulama dalam memandang hadist.
Menurut istilah hadist ialah segala
ucapan segala perbuatan dan segla keadaan Nabi SAW. Sedangkan menurut para
ulama ahli ushul, hadist adalah segala perkataan segala perbuatan dan segala
taqrir (ketetapan) NabiSaw yang berkaitan dengan hukum. Berdasarkan pengertian
hadist menurut ahli ushul ini jelas bahwa hadist adalah segala sesuatu yang
bersumber dari Nabi SAW. Baik ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan
dengan hukum atau ketentuan-ketentuan Allah yang disyari’atkan kepada manusia.
Selain itu tidak bisa dikatakan hadist. Ini berarti bahwa ahli ushul membedakan
diri Muhammad sebagai Rasul dan sebagai manusia biasa. Yang dikatakan Hadist
adalah sesuatu yang berkaitan dengan misi dan ajaran Allah yang diemban oleh
Nabi Muhammad SAW. Sebagai Rasulullah SAW. Inipun menurut mereka harus berupa
ucapan dan perbuatan beliau serta ketetapan-ketetapannya. Sedangkan
kebiasaan-kebiasaannya tata cara berpakaian cara tidur dan sejenisnya merupakan
kebiasaan manusia dan sifat kemanusiaan tidak dapat dikategorikan sebagai
hadist.
Berdasarkan
pengertian hadist di atas maka hadist dapat di bedakan menjadi tiga macam yaitu
: Hadist Qouliyah, Hadist Fi’liyah, dan Hadist Taqririyah.
ü Hadist
Qouliyah
Hadist
yang berupa perkataan. Seperti sabda Rasulullah SAW.
ü Hadist
Fi’liyah
Hadist
Fi’liyah atau amaliyah adalah hadist yang berupa perbuatan. Seperti praktek
wudhu Rasulullah shalat dan haji beliau, putusan beliau yang berdasarkan
seorang saksi ditambah sumpah penggugat.
ü Hadist
Taqririyah
Ketetapan
atau persetujuan Raslullah terhadap apa saja yang muncul dari tindakan sahabat
beliau, baik berupa perbuatan perkataan, dengan cara diam dan tidak mengingkari
atau menyatakan kerelaan dan menganggap baik hal tersebut.
1.3 Ijtihad
Secara etimologi kata ijtihad
terbentuk dari kata dasar “jahada” yang berarti seseorang telah mencurahkan
segala kemampuannya untuk memperoleh hakikat suatu tertentu.
Sedangkan menurut istilah dalam ilmu
fiqih ijtihad berarti mengarahkan tenaga dan fikiran dengan sungguh-sungguh
untuk menyelidiki dan mengeluarkan (mengistibatkan) hukum-hukum yng terkandung
dalam Al-Qur’an dan hadist dengan syarat-syarat tertentu.
Sebagian ulama’ mendefinisikan ijtihad
dalam pengertian umum bahwa ijtihad adalah menhasilakn (memaksimalkan)
kesungguhannya dalam mencari sesuatu yang ingin dicapai sehingga dapat
diharapkan tercapainya atau diyakini sampai kepada tujuannya.
Menurut praktek sahabat ijtihad
adalah penelitian dan pemikiran untuk mendapatkan sesuatu yang terdekat dengan
kitab Allah SWT, dan sunnah Rasulullah SAW baik melalui suatu nasakh yang
disebut qiyas maupun melalui sesuatu maksud dan tujuan umum.
Menurut mayoritas ulama’ ushul
ijtihad adalah pengerahan segenap kesanggupan oleh seorang ahli fiqih atau
mujtahid untuk memperoleh pengertian ijtihad dhann (pendugaan kuat) mengenai
hukum syara’.
Dari definisi secara etimologi
diatas mengandung pengertian bahwa mujtahid mengerahkan kemampuannya artinya mencurahkan
kemampuan seoptimal mungkin sehingga ia merasakan bahwa dirinya tidak sanggup
lagi melebihi dari tingakt itu.
1.4 Ijma’
Ijma’ berasal dari derivasi kata
“jama’a” yang berarti gabungan, kumpulan, satuan dan yang semisalnya. Secara
etimologi berarti ketetapan atau kesepakatan. Dinamakan demikian karena ijma’
“konsensus” muncul dari sekumpulan pendapat yang tertampung setelah melalui
proses sharing pendapat dan hujjah yang dikemukakan.
Secara terminology Ijma’ adalah
kesepakatan para mujtahid tehadap suatu permasalahan hukum syara’ pada zaman
setelah wafatnya Rasullulah SAW. Umumnya pemasalahan syara’ yang muncul tidak
ditemui dalam nashsecara jelas. Semua mujtahid berkumpul dan saling berbagi
pandangan. Pandangan-pandangan mereka itu dilandaskan dengan Al-Qur’an dan
Hadist. Dengan tujuan diperolehnya konklusi yang disepakati oleh seluruh
mujtahid yang hadir. Menurut bahasa Ijma’ mempunyai dua arti yaitu :
a) Kesepakatan
seperti perkataan : “Jamaal qaumu ‘alaa kadzaa idzaa itafaquu alaihi”. Artinya
suatu kamu telah berijma’ begini, jika mereka sudah sepakat kepadanya.
b) Kebulatan
tekat atau niat.
Imam
Syafi’I dalam bukunya ar-risalah yang telah dikutip dalam buku Materi Pendidikan
Islam Untuk Perguruan Tinggi menyatakan bahwa Ijma’ adalah kesepakatan seluruh
umat islam dalam permasalahan tetentu yang sudah ma’ruf. Sebagai contoh
Ijma’nya umat islam dalam pengharaman khamar, wajibnya puasa Ramadhan dan
jumlah rakaat dalam shalat fardu. Mereka menyatakan bahwa kesepakatan seluruh
umat islam tidak akan terjadi kecuali dalam hal-hal yang sudah jelas kedudukan
hukumnya.
Ijma’ dapat di bagi menjadi dua
macam yaitu :
1. Ijma’
Bayani
Ijma’
Bayani merupakan pendapat dari para ahli fiqih yang mengeluarkan pendapatnya
masing-masing untuk menentukan suatu masalah, dan semua pendapat ini sama atau
disepakati (ijmali). Ijma’ ini dilakukan dengan ijtihad yaitu berpikir
sungguh-sungguh dengan mempergunakan intelektual atau akal, mempelajari sumber
hukum islam yang asli (murni) yaitu Al-Qur’an dan Hadist Rasul kemudian
mengalirkan garis hukum baru daripadanya.
2. Ijma’
sukuti
Suatu
pendapat dari seorang ahli hukum atau beberapa ahli hukum tetapi ahli-ahli
hukum lainnya tidak membantah. Misalnya : semasa hidup Nabi, Nabi melakukan
shalat tarawih sebanyak 8 rakaat, di zaman Umar Bin Khattab r.a20 rakaat tidak
ada sahabat yang membantah. Dengan ini shalat tarawih diterima dengan Ijma’
Suyuti.
Menurut
bahasa qiyas berarti “menyamakan”. Menurut istilah ahli ushul Qiyas adalah
menyamakan hukum suatu perkara yang belum ada hukumnya dengan hukum perkara
lain yang sudah di tetapkan oleh nash karena adanya persamaan dalam illat
(alasan) hukum yang tidak bisa diketahui dengan semata-mata memahami lafadh-lafadhnya
dan mengetahui dilalah-dilalah bahasanya.
Secara bahasa
Qiyas berasal dari bahasa arab yang artinya hal mengukur, membandingkan aturan.
Ada juga yang mengartikan Qiyas dengan mengukur suatu atas sesuatu yang lain
dan kemudian menyamakan antara keduanya. Ada kalangan ulama yang mengartikan
Qiyas sebagai mengukur dan menyamakan.
Menurut istilah
ushul fiqh, sebagaimana dikemukakan Wahbah al-Zuhaili, Qiyas adalah
menhubungkan atau menyamakan hukum suatu yang ada ketentuan hukumnya karena ada
illat antara keduanya. Ibnu subkhi mengemukakan dalam kitab Jam’u al-jawami,
Qiyas adalah menghubungkan sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang diketahui
Karena kesamaan dalam illat hukumnya menurut mujtahid yang menghubungkannya.
Qiyas
sebagaimana yang diamalkan oleh para mujtahid adalah menghubungkan hukum suatu
perkara dengan hukum perkara lain yang sudah ditetapkan, karena adanya
persamaan dalam illat hukum, yang tidak diketahui dengan semata-mata memahami
bahasanya. Qiyas merupakan hujjah ilahiyah yang datang dari sisi Allah untuk
mengetahui hukum-hukum-Nya dan bukan merupakan perbuatan yang didatangkan bagi
seseorang.
Makna Qiyas
majazi merupakan amalan para mujtahid yang ditegakkan untuk mengistibatkan
hukum syara’. Berdasarkan keterangan tersebut maka sebagian ulama mengatakan
bahwa Qiyas itu adalah mengeluarkan hukum bukan menetapkan hukum.
Tujuan Allah SWT
menciptakan hukum islam adalah agar umat manusia dalam
menjalankan
kehidupannya dapat memperoleh manfaat, tidak kacau dan tidak tersesat. Hukum
islam sendiri sebenarnya sudah jelas dan lengkap, sebenarnya tidak ada alasan
lagi bagi manusia untuk mengabaikan hukum islam.
Hukum islam
diciptakan agar umat islam mengenal aturan islam, pelaksanaan hukum bagi kaum
muslimin sebenarnya tidak hanya mengejar tujuan hukum islam yang dijelaskan di
atas. Namun lebih kea rah ketundukan seorang muslim kepada perintah dan
larangan Allah SWT.
Hukum islam
telah menerapkan aturan-aturan beserta hukum yang betujuan mencegah terjadinya
kerusakan atas nasab dan keturuna manusia. Islam menetapkan aturan yang
melarang umatnya mengosumsi segala sesuatu yang dapat merusak akal. Islam
mengharamkan minuman yang memabukkan dan merusak ingatan seperti alcohol,
narkoba, dan ganja. Disisi lain islam mewajibkan umatnya agar menuntut ilmu,
mentadabuuri alam, dan berpikir untuk mengembangkan kemampuan akal. Allah
memuji orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan.
Sumber-sumber
hukum islam adalah aturan-aturan didalam agama Islam tidak bermaksud untuk
membertakan manusia dalam kehidupannya di dunia. Namun aturan islam memuat
berbagai manfaat yang dapat diraih oleh manusia bila mereka melaksanakannya
dengan sempurna,
Definisi
macam-macam hukum islam :
ü Al-Qur’an
adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya, Nabi Muhammad SAW dengan
bahasa arab secara mutawatir dan tertulis dalam mushaf.
ü Al-Hadist
adalah segala ucapan, segala perbuatan, dan segala keadaan Nabi SAW. Sedangkan
menurut para ulama’ ahli ushul, hadist adalah segala perkataan, segala
perbuatan, dan segala taqrir (ketetapan) Nabi SAW yang berkaitan dengan hukum.
Berdasarkan pengertian hadist menurut ahli ushul ini jelas bahwa hadist adalah
segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW. Baik ucapan perbuatan maupun
ketetapan yang berhubungan dengan hukum atau ketentuan-ketentuan Allah yang di
syari’atkan kepada manusia.
ü Ijtihad
berarti mengarahkan tenaga dan fikiran dengan sungguh-sungguh untuk menyelidiki
dan engeluarkan (mengistibatkan) hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an
dan Hadist dengan syarat-ayarat tertentu.
ü Ijma’
adalah kesepakan para mujtahid terhadap suatu permasalahan syara’ pada zaman
setelah wafatnya RasulullahSAW. Umumnya permasalahan syara’ yang muncul tidak
ditemui dalam nash yang jelas. Semua mujtahid berkumpul dan saling berbagi
pandangan. Pandangan-pandangan mereka itu dilandaskan dengan Al-Qur’an dan
Hadist.
ü Qiyas
adalah menghubungkan atau menyamakan hukum sesuatu yang tidak ada ketentuan
hukumnya dengan sesuatu yang ada ketentuan hukumnya karena ada illat antara
keduanya.
Tujuan
diciptakannya hukum islam tersebut oleh Allah SWT kepada seluruh umat islam adalah
tujuan Allah SWT menciptakan hukum islam adalah agar umat manusia dalam
menjalankan kehidupannya dapat memperoleh manfaat, tidak kacau dan tidak
tersesat. Melatih ketundukan seorang muslim kepada perintah dan larangan Allah
SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Lismanto dalam Pembaharuan Hukum
Islam Berbasis Tradisi: Upaya Meneguhkan Universalitas Islam dalam Bingkai
Kearifan Lokal
Azyumardi
azra,toto suryana, h. iskhak abdulhaq, h. hafiduddin. 2002. Pendidikan agama
islam pada perguruan tinggi islam. Jakarta.departemen agama RI
Daradjat,zakiah dkk, 2000. Ilmu
pendidikan islam. Jakarta : bumi aksara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar